Tajuk Utama. Gowa — Opini akan politisasi kalangan guru di Gowa yang ditulis oleh penulis yang mengatas namakan ” Satu Pena” langsung mendapat jawaban dari Achmad Ramli Karim seorang Pemerhati Pendidikan Sulawesi Selatan yang juga dikenal sebagai salah satu dosen.
Achmad Ramli Karim dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah Sulsel dan juga aktif dalam kegiatan literasi, baik penulisan opini maupun penyajian makalah.
Pemerhati Pendidikan asal Makassar ini menegaskan sosok sang penulis amat rentang akan pemahaman keilmuan dan buta akan ilmu politik.
Berikut jawaban opini ” Achmad Ramli Karim ”
Ketika Guru di Gowa Menjadi Kurir Politik, Penghianatan Terhadap Pendidikan Sedang Terjadi!
Menanggapi tulisan “SATU PENA” dengan judul diatas tanpa nama penulisnya, adalah bentuk sikap pengecut yang tidak berani mencantumkan namanya.
Sungguh suatu kebutaan politik jika ada oknum yang langsung mengkambinghitamkan guru-guru dalam kasus politik praktis sebagai sumber masalahnya, bukankah sejarah mencatat bahwa sejak zaman Orde Baru sampai sekarang guru-guru selalu dijadikan sapi perah karena massa dan pengaruhnya dalam lingkungan sekolah ?.
Justeru hal ini menunjukkan saudara tidak melek politik, karena tidak mampu membaca bahwa pihak yang menjadikan guru-guru sebagai sapi perah adalah para politikus di legislatif.
Seharusnya saudara menganalisis siapa yang memanfaatkan guru-guru yang masih buta politik, dan sikap patuhnya (loyalitas) yang lebih dominan.
Kenapa saudara tidak berani mengkritisi anggota legislatif (DPR/DPRD) yang sengaja membangun koalisi partai melalui transaksi politik (politik transaksional) dengan para pemilik modal yang menyanggupi biaya politik (cost politic) tersebut.
Jangan jadi pelacur politik yang hanya berani mencari kesalahan guru-guru, sementara anda mungkin terlibat dalam transaksi politik tersebut. Terimakasih.
Dari Achmad Ramli Karim (Pemerhati Pendidikan).
Comment