TAJUK UTAMA, GOWA – Mendirikan perusahaan dengan tujuan utama mengejar keuntungan finansial mungkin sudah biasa. Namun, membangun bisnis sambil mengangkat ekonomi rakyat di pelosok desa adalah cita-cita yang jauh lebih mulia.
Berawal dari niat baik itulah, dengan modal awal hanya Rp100 ribu, usaha kecil pun mulai dirintis pada tahun 2007. H. Baharuddin Dg. Ngampang yang akrab disapa H. Ampang. Memulai langkahnya dengan berdagang beras keliling dari kampung ke kota, menggunakan sepeda kumbang yang di boncengannya terikat karung berisi beras.
Bertahun-tahun kemudian, usaha itu perlahan menanjak. Berkat kecerdasan intelektual dan emosional, H. Ampang mampu mengambil keputusan tepat dan memanfaatkan setiap peluang bisnis yang muncul. Didorong oleh niat mulia untuk membantu warga sekitar, bisnisnya pun tumbuh dari tahun ke tahun.
Naik Kelas dari Pedagang ke Pengusaha
Kesuksesan sebagai pedagang beras keliling mengantarkannya untuk “naik kelas”. Ia mendirikan penggilingan beras bertenaga mesin, meski sistem kerjanya masih manual. Saat itu, penggilingan hanya melayani warga sekitar yang ingin menggiling gabah untuk kebutuhan konsumsi harian.
Namun, berbeda dari kebanyakan pebisnis, tujuan utamanya bukan sekadar mencari keuntungan, melainkan menciptakan lapangan kerja bagi warga di sekitar. Dari sinilah, sosok sederhana H. Ampang dikenal luas sebagai tokoh berhati mulia.
“Alhamdulillah, dari penggilingan kecil yang dulu hanya melayani kebutuhan warga sekitar, kini kami mampu memproduksi 30–40 ton beras per hari dan melayani permintaan hingga tingkat nasional,” ujar H. Ampang saat ditemui di lokasi Permandian Je’netallasa, Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa, Ahad (19/10/2025).
Dari Penggilingan ke Dunia Wisata
Berangkat dari niat tulus untuk mempekerjakan warga dan meningkatkan ekonomi desa, H. Ampang kemudian mengembangkan usaha di sektor pariwisata. Ia mendirikan Permandian Je’etallasa Sileo, yang kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Kabupaten Gowa dan sekitarnya.
Objek wisata ini memiliki panorama alam yang indah, dilengkapi berbagai fasilitas seperti waterboom, penginapan, area kuliner, gazebo, dan kolam renang yang bersumber langsung dari mata air alami sesuai namanya Jenne Tallasa, yang berarti “air hidup”.
Harga tiketnya terjangkau: Rp30 ribu untuk dewasa dan Rp25 ribu untuk anak-anak pada akhir pekan dan hari libur. Pelayanan ramah, fasilitas lengkap, serta suasana asri membuat ribuan pengunjung datang setiap akhir pekan dan hari libur nasional.
Membangun dari Dua Desa
Tak berhenti di situ, H. Ampang juga mengembangkan usahanya di Desa Julupa’mai Kecamatan Pallangga Gowa, kampung halaman istrinya. Di lahan seluas 15 hektar (8 hektar di antaranya telah dibebaskan), ia berencana membangun rumah sakit, tempat tahfidz, dan fasilitas bisnis lainnya.
Sementara di lokasi sebelumnya, tempat berdirinya penggilingan dan permandian, luasnya mencapai sekitar 20 hektar.
Berkat ketulusan hati, kerja keras tanpa lelah, dan doa yang tak putus, H. Ampang kini berhasil mengubah modal Rp100 ribu menjadi usaha bernilai puluhan miliar rupiah.
“Dulu jangankan bupati, kepala desa pun enggan datang ke kampung ini. Bukan karena takut, tapi karena malu “kampung kami dulu dikenal sebagai daerah Texas, hampir semua bentuk kejahatan ada di sini.
Alhamdulillah sekarang sudah berubah total. Sekitar 300 orang bekerja setiap hari, usaha kecil warga tumbuh, ribuan pengunjung datang tiap pekan. Kualitas hidup masyarakat meningkat, lingkungan jadi damai, ekonomi dan keamanan pun membaik,” tutup H. Ampang dengan penuh rasa syukur.
(dar)

Comment