Pencitraan adalah upaya seseorang atau intitusi untuk membangun dan menampilkan citra tertentu kepada publik, sering kali dengan tujuan membentuk persepsi positif, meskipun tidak selalu mencerminkan realitas yang sebenarnya. Pencitraan bersifat sementara, tidak menggambarkan keasliannya, bahkan bersifat manipulatif.
Dalam konteks politik pencitraan acapkali digunakan untuk membentuk opini publik terhadap partai politik, atau calon pemimpin yang merakyat, dekat dengan rakyat, sembari calon pemimpin tersebut turun ke sawah ngobrol dengan petani. Persepsi publik yang ingin dibangun adalah untuk meningkatkan popularitas.
Ciri khas yang melekat pada Pencitraan bersifat artifisial, lebih menekankan tampilan luar dibandingkan esensi yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan simpati atau dukungan dalam waktu singkat. Pencitraan juga bersifat manipulatif, tidak otentik, menyembunyikan fakta, atau berlebihan dalam menampilkan suatu kualitas.
Pencitraan lazimnya dilakukan melalui media sosial, iklan, atau strategi komunikasi lainnya.
Pencitraan bisa menjadi alat yang efektif dalam komunikasi, tetapi jika dilakukan tanpa kejujuran, dapat merusak kredibilitas dalam jangka panjang. Fakta menunjukkan bahwa betapa banyak pemimpin yang dilahirkan melalui pencitraan berakhir dengan kemuakan publik.
Apa yang diharapkan oleh publik berdasarkan citra yang melekat pada pemimpin tersebut jauh dari harapan. Pemimpin yang dapat citrakan merakyat, justru kebijakannya memihak kepada segelintir elit. Padahal harapan publik sangat tinggi terhadap pemimpin tersebut pada saat menjadi kandidat dengan tampilan dekat dengan rakyat melalui poto bersama di tempat tempat kumuh.
Seandainya public bisa memilih, maka jauh lebih bagus pemimpin yang berpenampilan perlente, terkesan elitis, tapi kebijakannya menyentuh lapisan masyarakat miskin, masyarakat yang rentan, kaum mustad’afin, ketimbang pemimpin yang berpenampilan lusuh, merakyat, tapi kebijakannya bengis, hanya menguntungkan para konglomerat dan kaum borjuis.
Membagikan sertifikat kepada rakyat miskin sepetak kecil tanah, dengan pemberitaan yang sangat massif untuk mengelabui pemberian sertifikat secara diam diam kepada kaum elit dengan luasan ratusan bahkan puluhan ribuan hektar terhadap konglomerat adalah salah satu bentuk pencitraan yang sangat buruk. Pencitraan semacam ini dilakukan untuk meningkatkan popularitas dan kepuasan public terhadap pemerintahan yang dipimpinnya.
Sampai disini, mungkin ada yang bertanya bahwa bukankah para pemimpin, (presiden, gubernur, Bupati/walikota) adalah hasil pilihan masyarakat, melalui pilpres dan pilkada? Tentu saja karena kita hidup di alam demokrasi. Dalam Proses electoral inilah pencitraan didesain secara membabi buta, seolah olah pencitraan merakyat adalah sifat asli yang melekat pada diri sang calon pemimpin,
Selain pencitraan, ada juga istilah yang hampir se makna dengan pencitraan , yaitu personal branding. Antara pencitraan dan personal branding mempunyai kesamaan, yaitu sama sama ingin meningkatkan popularitas. Perbedaannya adalah, pencitraan cenderung manipulatif dan tidak otentik, sedangkan personal branding termaktub kejujuran dan lebih menggambarkan kualitas, profesionalitas seseorang yang hendak dipublikasi agar masyarakat mengenalnya dengan baik.
Dalam personal branding, sudah ada setumpuk brand yang telah menyatu pada diri seseorang, institusi, atau jasa. Setumpok brand tersebut perlu diketahui oleh public. Misalnya pada diri seseorang telah diketahui oleh masyarakat sekitar tentang integritasnya, kemampuan intelektualnya, kejujurannya, namun belum diketahui secara massif, sehingga membutuhkan publikasi, agar brand tersebut dikenal secara massif oleh seluruh lapisan masyarakat.
Personal branding dibangun melalui pengalaman, Pendidikan, keterampilan, dan pembiasaan. Personal branding tidak lahir secara tiba-tiba.
Problem terbesar yang dihadapi oleh masyarakat adalah cara membedakan antara pencitraan dan personal branding, pencitraan lebih focus pada penampilan dan kesan, sedangkan personal branding lebih focus pada identitas, dan nilai-nilai yang sebenarnya.
Berikut beberapa ciri pencitraan dan ciri personal branding.
1. Ciri Pencitraan
a. Menonjolkan penampilan: Pencitraan lebih fokus pada penampilan dan kesan yang ingin ditampilkan kepada orang lain.
b. Bersifat sementara dan dapat berubah: Pencitraan dapat berubah-ubah tergantung pada situasi dan kebutuhan.
c. Bersifat artirfisial: Pencitraan lebih bersifat arfisial, kepalsuan dan cwndwrung dibuat-buat, tidak mencerminkan kepribadian atau nilai-nilai yang sebenarnya.
d. Bersifat manipulative. Pencitraan dapat dibuat-buat atau dipalsukan untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Ciri Personal Branding
a. Membangun identitas, jati diri dan nilai-nilai: Personal branding lebih fokus pada identitas, dan jati diri serta nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang dan atau institusi.
b. Bersifat konsisten dan langgeng: Personal branding konsisten dan langgeng, mencerminkan kepribadian dan nilai-nilai yang sebenarnya.
c. Bersifat mendalam: Personal branding lebih bersifat mendalam dan mencerminkan kepribadian, nilai-nilai, dan tujuan yang sebenarnya.
d. Bersifat autentik: Personal branding harus autentik, bukan kepalsuan, dan hasil rekayasa.
Wallahu ‘a’lam bishshawab
Sungguminasa, 8 Pebruari 2025

Comment