Jaksa Agung: Masyarakat Mengharapkan Penegakan Hukum yang Tidak Hanya Normatif, Tetapi Juga yang Menyentuh Hati Nurani

TAJUKUTAMA. Jakarta, Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin menuturkan bahwa menjadi seorang Jaksa itu tidak mudah, karena Jaksa merupakan salah satu penegak hukum dengan lingkup tugas dan tanggung jawab yang berat sekaligus memiliki kompleksitas kerja yang tinggi.

Di samping bertindak sebagai Penuntut Umum yang merupakan tugas pokoknya, seorang Jaksa juga harus mampu mengemban tugas lainnya sebagai Penyidik, Eksekutor, Jaksa Pengacara Negara, sekaligus melaksanakan fungsi Intelijen.
Hal itu disampaikan oleh Jaksa Agung saat memberikan amanat pada penutupan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angakatan LXXXI (81) Gelombang I Tahun 2024 pada Senin 30 September 2024 di Lapangan Upacara Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Jakarta.


“Kedudukan sebagai seorang Jaksa juga akan memberikan saudara kewenangan untuk merampas kemerdekaan seseorang. Ini tentunya kewenangan yang sangat luar biasa, yang apabila tidak dilengkapi dengan integritas, profesionalitas dan moralitas justru akan menjadikan saudara menjadi pribadi yang kejam dan zalim,” ujar Jaksa Agung.
Sebagai pimpinan tertinggi, Jaksa Agung tidak menghendaki hal tersebut. Jaksa Agung juga tidak mentolerir segala bentuk penyalahgunaan wewenang. Jaksa Agung pun meminta kepada seluruh Jaksa untuk menggunakan kewenangannya secara arif dan bijaksana.
Pendidikan yang telah berjalan selama 4 bulan ini, menjadi proses pertama bagi seluruh Jaksa untuk menjadi seorang penegak hukum. Oleh karena itu, Jaksa Agung berharap segala ilmu yang diterima selama PPPJ dapat diimplementasikan oleh para siswa PPPJ seiring dengan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang sebagai seorang Jaksa.

Jaksa Agung mengingatkan bahwa masyarakat tidak mengharapkan penegakan hukum yang hanya benar secara normatif, namun juga harus dapat menyentuh perasaan mendasar manusia mengenai apa yang adil dan bermanfaat. karena itulah Jaksa Agung menekankan pentingnya menyelaraskan antara norma hukum yang kaku dengan hati nurani guna terciptanya penegakan hukum yang humanis.

“Hati nurani manusia ibarat sebuah cermin, dimana cermin tersebut berfungsi untuk berkaca. Bila cermin itu bersih, maka seseorang dapat berkaca secara jelas mengenai keberadaan dirinya, namun bila cermin itu penuh dengan noda atau kotor, maka orang tidak bisa berkaca dengan baik,” imbuh Jaksa Agung.

Kemudian, Jaksa Agung menuturkan bahwa seluruh Jaksa memiliki hak dan peluang yang sama untuk dapat memegang tongkat komando kepemimpinan di Kejaksaan. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun dengan kerja keras dan kerja cerdas kita dapat mewujudkan apapun yang menjadi mimpi kita.
Oleh karena itu, pesan Jaksa Agung kepada Jaksa PPPJ Angkatan 81 Gelombang I Tahun 2024 agar berkompetisilah secara produktif sebagai pembangkit semangat bagi masing-masing individu untuk terus menjadi lebih baik lagi.

“Persiapkanlah diri kalian untuk meraih cita-cita tersebut, jangan hanya berpatokan pada penguasaan teknis tugas dan fungsi Jaksa semata, namun kalian juga harus membentuk karakter sebagai seorang Jaksa yang bertanggungjawab,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung juga menekankan bahwa tanggung jawab seorang Jaksa meliputi pertanggungjawaban moral, (moral responsibility), pertanggungjawaban keilmuan (science responsibility), pertanggungjawaban hukum (law responsibility), dan pertanggungjawaban sosial (social responsibility) dalam setiap tugas dan kewenangannya.

Selain itu, seiring dengan pesatnya perkembangan zaman yang sangat dinamis, serta modernisasi informasi, teknologi digital yang kian masif, Jaksa Agung beranggapan bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi sektor penegakan hukum.

Sebagai contoh, Jaksa Agung menyebut Artificial Intelligence (AI), memiliki spektrum yang perlu dicermati oleh semua para penegak hukum. AI apakah dipandang sebagai subject delict baru, sehingga diperlukan lingkup pertanggungjawaban sendiri, ataukah AI dipandang secara hukum sebagai instrumental delict sebagai alat untuk melakukan tindak pidana. Kedua paradigma ini tentunya memiliki implikasi penerapan norma dan yuridis yang berbeda.

Selanjutnya terkait dengan KUHP Nasional yang akan mulai berlaku per bulan Januari 2026 nanti, Jaksa Agung mengingatkan tentunya hal tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi setiap Jaksa dalam pelaksanaan penegakan hukumnya.

Mengakhiri amanatnya, Jaksa Agung berpesan kepada Jaksa PPPJ Angkatan 81 Gelombang 1 Tahun 2024 agar saat bertugas nanti, cepat atau lambat akan menghadapi keadaan dimana terdapat gradasi yang tipis sekali tentang penilaian benar dan salah, karena semua tergantung dari sudut pandang yang digunakan.
“Semoga anak-anakku sekalian, selalu diberikan petunjuk oleh Tuhan Yang Maha Esa tentang arah kebenaran, semoga kalian dibuat tenang dan teguh di dalam kebenaran, begitu juga sebaliknya saudara sekalian dibuat resah ketika berada di tengah kesalahan, untuk selanjutnya mampu mendapat jalan untuk segera kembali ke arah kebenaran dalam setiap pelaksaan tugas dan wewenang saudara,” pungkas Jaksa Agung. (K.3.3.1)

Jakarta, 30 September 2024
KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

Dr. HARLI SIREGAR, S.H., M.Hum.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi
Agus Kurniawan, S.H., M.H., CSSL. / Kabid Media dan Kehumasan
Dr. Andrie Wahyu Setiawan, S.H., S.Sos., M.H. / Kasubid Kehumasan
Hp. 081272507936
Email: humas.puspenkum@kejaksaan.go.id

ads

Comment